Sabtu, 26 Juli 2008

Tanpa atribut siapa takut !

Komisi Disiplin (Komdis) PSSI memberikan sanksi kepada Bobotoh tidak boleh menggunakan atribut Persib saat menonton sepakbola di lingkungan PSSI selama setahun. Komdis menjatuhkan sanksi tersebut menyusul kerusuhan yang terjadi pada pertandingan Persib vs Persija di Stadion Siliwangi, Minggu (19/7). Pertandingan harus terhenti pada 5 menit terakhir, dan dimenangi Persija 2-3. ( source : http://persib-bandung.or.id/ )

bagaimana hukuman ini ditanggapi semua bobotoh ? yang pasti tidak ada yang merasa tidak kecewa. biru sudah terlanjur identik dengan persib dimanapun & kapanpun. biru sudah terlanjur menjadi trademark yang tidak bisa dipisahkan begitu saja. tapi biru setahun kedepan harus direlakan hilang di siliwangi. Tidak ada sanksi yang terasa mudah untuk dijalani, apalagi jika sanksi tersebut jelas - jelas membunuh sebuah kebiasaan yang telah mendarah daging dan telah menjadi budaya, khususnya bagi semua bobotoh.

sanksi adalah sanksi dan itu wajib ditunaikan hingga masa hukuman yang telah ditentukan usai. tidak ada alasan untuk membela diri, apalagi kejadian malam itu sangat jelas dan disiarkan secara langsung oleh sebuah stasiun TV. " karena nila setitik rusak susu sebelanga " mungkin istilah ini sangat lah tepat untuk disematkan kepada semua pihak yang merasa atau mendeklarasikan dirinya sebagai seorang bobotoh. tapi sudahlah yang terjadi biarkanlah terjadi, karena penyesalan sebesar apapun tidak akan menjadi dewa penolong.

sebaiknya kita berdo'a, dengan adanya kejadian ini mudah - mudahan semua pihak yang terkait menjadi lebih waspada hingga kejadian - kejadian yang serupa tidak terulang kembali dipertandingan - pertandingan persib berikutnya ataupun dipertandingan tim lain.

tanpa atribut siapa takut ? bobotoh akan tetap hadir distadion begitulah komitmen beberapa teman di millist ataupun di situs - situs komunitas bobotoh persib lainya. justru dengan adanya hukuman ini bobotoh dituntut untuk lebih kreatif. dibawah ini ditampilkan desain t-shirt hasil karya barudak Viking Persib Club " ( Source : http://vikingpersib.net/ ) "

kita tunjukan siapa yang lebih cerdas ! PSSI atau kita para bobotoh yang telah mereka nilai bahwasanya kita adalah sekumpulan perusuh. ingat ada siang ada juga malam ! ada hitam dan ada juga putih ! no bodies perfect ! jika malam itu dijadikan acuan sebagai penilaian silahkan. tapi tidak bagi kami yang menyaksikan itu secara langsung dilapangan, kami punya argumen sendiri dalam menyikapi kejadian malam itu. beda kepala beda isi, beda sudut pandang dan pola fikir. so biarkan kami dengan argumen pembelaan kami, dan kalian dengan argumen kalian seburuk apapun argumen kalian tentang kami. karena kami akan tetap ada dan selalu ada untuk PERSIB.

" BAGIMU PERSIB JIWA RAGA KAMI "

Jumat, 25 Juli 2008

tidak perlu disesali !

sebagai seorang supporter, siapa yang tidak merasa kecewa ketika tim kesayangan nya mengalami kekalahan. apalagi kekalahan itu didapat dari tim yang notabene merupakan musuh besarnya. malam itu menjadi malam panjang bagi semua mata yang menyaksikan pertandingan tersebut secara langsung, begitupun sayah. jauh - jauh sengaja datang dari jakarta hanya untuk menyaksikan laga tersebut. tapi apadaya, kenyataan berkata lain. semua harapan dan angan - angan sebuah kemenangan sirna begitu saja.
kecewakah ? jelas sangat kecewa. haruskah sebuah kekecewaan diluapkan dengan tindakan anarkis ? tergantung. itu jawab sayah ketika beberapa teman mengajak duduk bersama dan membicarakan semua hal tentang kekalahan dan semua kejadian malam itu. atas rasa penasaran seorang teman kembali bertanya, tergantung pada apa dan apa alasan nya ? dan tanpa ragu - ragu sayah pun menjawab " ya tergantung orang nya ".
mungkin jika malam itu hanya ada 1000 atau 2000 orang didalam stadion kemungkinan kita masih bisa saling mengingatkan dengan sebuah teriakan. tapi jika didalam stadion tersebut sudah berkumpul puluhan ribu kepala dengan berbagai sudut pandang dan pola fikir yang berbeda dalam menyikapi semua yang terjadi ditengah lapangan apa yang akan terjadi ? sayapun balik bertanya, coba fikir serasional mungkin apa yang akan terjadi ? yang jelas teriakan sekeras apapun sangat kecil kemungkinan nya untuk bisa didengar apalagi kondisi malam itu sedang tidak memihak. akhirnya ya bisa kita liat, luapan emosi yang sudah tidak bisa terkendali akhirnya berubah bentuk menjadi tindakan anarkis yang pada akhirnya merugikan diri sendiri.
siapa yang salah ? ta'ada yang salah malam itu, yang jelas jika kita renungkan dengan kepala dingin dan sedikit lebih realistis. bahwasanya dalam sebuah pertandingan dan persaingan selalu ada yang menang dan ada yang kalah. ingat teori roda pedati ! dia selalu bergerak berputar, kadang bertumpu diatas dan kadang bertumpu dibawah. ingat sebuah kekalahan bukanlah akhir dari segalanya. bukankah sebuah kemenangan yang diraih saat kita mencoba bangkit dari kekalahan sebelumnya akan terasa lebih manis dan lebih bermakna ! kemenangan sejati adalah sebuah kemenangan ketika kita sudah mampu menerima sebuah kekalahan dengan lapang dada.
kalah bukan berarti kita harus menundukan kepala, kita masih bisa membusungkan dada jika memang kekalahan tersebut didapat setelah pemain tim kesayangan kita bermain secara all out mengeluarkan segala kemampuan nya diatas lapangan. masalah perbedaan pendapat biarlah itu hilang dengan sendirinya. toh semua argumentasi dari rasa kecewa itu ada atas dasar cinta yang begitu dalam kepada tim kesayangan yang tentunya selalu diharapkan untuk meraih kemenangan disetiap pertandingan yang dilaluinya.
kekalahan bukan untuk disesali, tapi kekalahan adalah hal untuk kita berintrospeksi diri. dan mencoba untuk menjadi lebih baik dihari esok.

Kamis, 24 Juli 2008

Persib Bandung

Sebelum bernama Persib, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetball Bond ( BIVB ) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.
Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega didepan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara Jakarta.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak Bola Indonesia Bandung ( PSIB ) dan National Voetball Bond ( NVB ).
Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana,Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Di Bandung pun saat itu pun sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken ( VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan “ kelas dua “. VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan dipinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan dipusat kota, UNI dan SIDOLIG.
Persib memenangkan “ perang dingin “ dan menjadi perkumpulan sepakbola satu- satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya.Klub- klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNU dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG ( kini Stadion Persib ), dan Lapangan SPARTA ( kini Stadion Siliwangi ). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.
Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga diseluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.
Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar diberbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta.
Pada masa itu prajurit- prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta. Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda ( NICA ) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut.
Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi. Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme.
Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, decade 1950- an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953- 1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah- pindah secretariat. Walikota Bandung saat itu R. Enoch, membangunkan Sekretariat Persib di Cilentah. Awal Persib memiliki gedung yang kini berada di Jalan Gurame, adalah upaya R. Soendoro, seorang overste replubiken yang baru keluar dari LP Kebonwaru pada tahun 1949. Pada waktu itu, melalui kepengurusan yang dipimpinnya, Soendoro menghadap kepada R. Enoch yang kebetulan kawan baiknya.
Dari hasil pembicaraan, Walikota mendukung dan memberikan sebidang tanah di Jalan Gurame sekarang ini. Pada saat itu, karena kondisi keuangan yang memprihatinkan, Persib tidak memiliki dana untuk membangun gedung, Soendoro kembali menemui Walikota dan menyatakan, “ Taneuh puguh deui, tapi rapat ditiungan ku langit biru,” kata Soendoro. Akhirnya Enoch juga membantu membangun gedung yang kemudian mengalami dua kali renovasi. Kiprah Soendoro sendiri didunia sepak bola diteruskan putranya, antara lain, Soenarto, Soenaryono, Soenarhadi, Risnandar, dan Giantoro serta cucunya Hari Susanto.
Dalam menjalankan roda organisasi beberapa nama yang juga berperan dalam berputarnya roda organisasi Persib adalah Mang Andun dan Mang Andi. Kedua kakak beradik ini adalah orang lapangan Persib. Tugas keduanya, sekarang ini dilanjutkan oleh putra dan menantunya, Endang dan Ayi sejak 90-an. Selain juga staf administrasi Turahman.
Renovasi pertama dilakukan pada kepemimpinan Kol. CPM Adella ( 1953- 1963 ). Kini sekretariat Persib di Jalan Gurame itu sudah cukup representatif, apalagi setelah Ketua Umum H. Wahyu Hamijaya ( 1994- 1998 ) merenovasi gedung tersebut sehingga menjadi kantor yang memadai untuk mewadahi berbagai kegiatan kesekretariatan Persib. Kemampuan Persib menjaga nilai- nilai dan tradisinya serta menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tentu tidak lepas dari figur Ketua Umum bukan hanya figur yang berkemampuan mengelola organisasi dalam artian agar organisasi itu terus hidup, melainkan juga figur yang mampu menggali potensi dan mengakomodasikan kekuatan yang ada, sehingga kiprah Persib dalam kancah sepakbola nasional terus berlangsung lewat berbagai karya Persib.

~ Wilujeng Sumping di rorompokna bobotoh PERSIB, Mangga calik , mung punteun teu aya cai - cai acan ~